WahanaNews-Kalteng| Dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor energi, Pertamina dan PLN harus menanggung beban berat di tengah kenaikan harga sumber energi global.
Kenaikan harga minyak mentah dunia mendorong bertambahnya besaran kompensasi yang harus dibayarkan kepada dua BUMN tersebut.
Baca Juga:
PLN UP3 Sumedang Giatkan GKONS dalam Rangka Sambut Bulan Suci Ramadan
Harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price, ICP) sebagai bahan baku membuat BBM yang jauh di atas asumsi dasar APBN 2022, sebesar US$63/barel menjadi salah satu sebabnya.
Sama halnya dengan harga LPG internasional, merujuk Contract Price (CP) Aramco telah mencapai US$ 898,4 per metrik ton. Sementara asumsi awal pemerintah hanya di kisaran US$ 569 per metrik ton.
Selain itu subsidi dan kompensasi diperlukan untuk menjaga harga bahan bakar bersubsidi, Solar dan Pertalite agar harganya tidak naik.
Baca Juga:
Sosok Pencipta Fondasi Cakar Ayam, Profesor Asal Jawa Tengah
Harga terus diupayakan bertahan di harga Rp 5.150/liter untuk Solar, dari nilai keekonomiannya yang mencapai Rp 12.229/liter dan Rp 7.650/liter untuk Pertalite dari nilai keekonomian sekitar Rp 12.665/liter. Artinya ada biaya lebih dari Rp 5.000/liter yang perlu disubsidi.
Sama halnya dengan harga listrik HJE tarif listrik 900 VA Rp 1.352 per Kwh, sementara harga keekonomian sudah Rp 1.533,1 per Kwh.
Jika tidak ada tambahan kompensasi dari pemerintah, maka pada Desember 2022 diproyeksikan arus kas operasional PLN akan defisit Rp 71,1 triliun.