WahanaNews-Kalteng | Sekitar 70 persen pembangkit listrik di Indonesia masih mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) untuk sistem kelistrikan. Ini menjadi salah satu penyebab kurang optimalnya pemanfaatan potensi Energi Baru dan Terbarukan (EBT).
Rata-rata umur PLTU yang masih muda yaitu di bawah 10 tahun dan pertumbuhan kebutuhan listrik yang tidak sebesar proyeksi, menyebabkan penetrasi EBT menjadi terhambat.
Baca Juga:
PLN Operasikan SPKLU Khusus Angkot Listrik di Kota Bogor
Pemerintah dan PLN telah berencana mempensiunkan dini 5 Giga Watt (GW) PLTU dan mengganti 3,7 GW dengan pembangkit energi terbarukan.
1. PLTU dapat beroperasi secara fleksibel
Institute for Essential Services Reform (IESR), mengungkapkan bahwa PLTU yang awalnya berfungsi sebagai pembangkit utama dapat dioperasikan secara fleksibel.
Baca Juga:
PLN dan Kementerian ESDM Cek Kesiapan SPKLU di Banten untuk Kelancaran Layanan Arus Mudik
PLTU dapat menyesuaikan keluaran pembangkitnya mengikuti intermitensi atau produksi listrik energi terbarukan sehingga membantu kestabilan jaringan listrik.
“Berdasarkan kajian IESR, agar sistem kelistrikan Indonesia selaras dengan target Paris Agreement, maka pada 2030 sekitar 47 persen energi listrik di Indonesia harus berasal dari pembangkit energi terbarukan,” jelas Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa dalam siaran pers, Rabu (15/6/2022).
PLTU dapat diterapkan secara fleksibel sebelum akhirnya PLTU dihentikan secara permanen. Artinya, PLTU fleksibel akan dihentikan setelah pasokan energi terbarukan dapat memenuhi permintaan.