Kalteng.WahanaNews.co, Palangka Raya - Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalimantan Tengah, Shalahuddin, menyatakan kebingungannya terkait permasalahan yang muncul belakangan ini terkait rencana penghancuran gedung KONI Kalteng. Munculnya dugaan bahwa gedung tersebut merupakan cagar budaya menjadi salah satu hal yang membingungkan bagi pihak terkait.
Membangun ruang terbuka hijau (RTH) di atas lahan dan gedung KONI Kalteng yang terintegrasi dengan Bundaran Besar Kota Palangka Raya telah direncanakan sejak tahun 2021, kata Shalahuddin di Palangka Raya, Kamis (16/5/2024).
Baca Juga:
Kemendikbudristek Siap Identifikasi 9 Kerangka Tentara Jepang Korban PD II di Biak
"Pada tahun 2021 kami pun sudah undang para tokoh yang ada di provinsi ini untuk membahas rencana tersebut, tidak ada penolakan," ucapnya.
Bahkan, lanjut dia, peraturan daerah (Perda) Kalteng nomor 2 Tahun 2021 terkait rencana pembangunan menara Bank Kalteng pun ada menyebutkan untuk menghancurkan Gedung KONI Kalteng. Namun pada saat itu tidak ada muncul gedung KONI sebagai cagar budaya.
"Setelah kita mau membangun RTH dan menghancurkan gedung KONI Kalteng, tiba-tiba muncul surat dari Kemendikbudristek pada Desember 2023 yang menyatakan gedung KONI Kalteng diduga cagar budaya," beber Shalahuddin.
Baca Juga:
Kemendikbudristek Siapkan Anggaran Rp14,69 Triliun untuk Program KIP Kuliah 2025
Dirinya pun merasa aneh dengan surat dari Kemendikbudristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi) terkait dugaan gedung KONI Kalteng sebagai cagar budaya.
Sebab, tidak ada koordinasi dengan pemerintah provinsi sebagai tuan rumah sekaligus pemilik aset gedung KONI Kalteng tersebut.
Meski begitu, Dinas PUPR Kalteng telah memberikan penjelasan kepada Kemendikbudristek terkait rencana ruang terbuka hijau (RTH) di atas lahan dan gedung KONI Kalteng itu. Di mana pembangunan RTH tersebut telah direncanakan sejak lama dan telah dilakukan studi kelayakan, termasuk meminta pandangan para tokoh.
"Kami juga menanyakan apa kriteria gedung KONI Kalteng sebagai cagar budaya. Sampai saat ini belum ada yang bisa menjawab dari Kemendikbudristek," demikian Salahuddin.
[Redaktur: Patria Simorangkir]