KALTENG.WAHANANEWS.CO, Sampit - Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog) Kantor Cabang Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, memprediksi harga beras akan terus mengalami tren kenaikan akibat mandeknya dua instrumen stabilitas harga beras.
"Kemungkinan harga beras di tingkat konsumen akan naik karena dua instrumen stabilisasi harga beras saat ini sedang mandek," kata Kepala Perum Bulog KC Kotim Muhammad Azwar Fuad di Sampit, Selasa (25/2/2025).
Baca Juga:
Bansos Bermasalah, PT Pos Indonesia Tagih Utang Rp230 Miliar ke Pemerintah
Ia menerangkan, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa beras menjadi salah satu komoditas yang mengalami inflasi pada Januari 2025.
Berdasarkan pengamatan pihaknya, hal ini berkaitan dengan dua instrumen stabilisasi harga beras yang tertahan. Instrumen yang dimaksud ialah, bantuan beras gratis bagi masyarakat berpenghasilan rendah sebanyak 10 kilogram per kepala keluarga (KK) yang biasanya disalurkan secara berkala ditunda.
Akhir 2024 lalu sempat diumumkan bahwa penyaluran beras bantuan ini akan dilaksanakan pada Januari-Februari, namun minggu ketiga Januari ada surat dari pusat terkait penundaan sebab anggaran dari pemerintah dialihkan agar Bulog fokus pada penyerapan hasil panen.
Baca Juga:
Pospay Run 2024 Digelar Minggu 3 November 2024, Hadiah Total Rp 150 Juta dan Doorprize Menanti
Begitu pula dengan program beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang menjadi instrumen lainnya dalam stabilisasi harga beras ikut ditunda dengan sebab yang sama.
Dengan kondisi tersebut maka permintaan beras di pasaran akan meningkat dan berdampak pada fluktuasi harga komoditi tersebut.
"Kondisi ini memang agak sulit, tapi kami Bulog hanya operator dan tidak punya kebijakan. Instruksi dari pusat untuk menunda, tapi informasinya selama Ramadhan untuk SPHP akan kembali dibuka, mudah-mudahan benar sehingga kenaikan harga bisa ditahan," tuturnya.
Disamping dua instrumen di atas, sesuai instruksi Presiden Harga Pembelian Pemerintah (HPP) terhadap GKP yang semula Rp6.000 naik menjadi Rp6.500 per kilogram dan hal ini diperkirakan juga berdampak pada harga beras di tingkat konsumen.
Di satu sisi, kenaikan HPP ini memberikan manfaat positif bagi para petani sebagai produsen beras, karena biasanya pada musim panen raya harga GPK turun sedangkan kali ini justru mengalami kenaikan kurang lebih 10 persen.
Namun, disisi lain ini juga menjadi suatu hal yang perlu diantisipasi bagi semua pihak terkait, karena kalau HPP naik otomatis harga beras yang nantinya dijual ke masyarakat atau tingkat konsumen pun akan naik.
"Rata-rata ketika GPK itu diolah menjadi beras akan terjadi penyusutan hingga 50 persen, jadi gambaran umumnya mungkin beras di tingkat konsumen akan ada kenaikan," sebutnya.
Kendati demikian, Bulog Kotim dan Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan berencana untuk menggelar pasar murah, sehingga ketika momentum Ramadhan 1446 Hijriah ini tetap ada intervensi yang bisa dilakukan dalam menjaga stabilitas harga beras.
Selain itu, informasi yang pihaknya terima Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kotim juga akan melaksanakan operasi pasar. Lalu, dari BUMN bersama PT Pos Indonesia juga mewacanakan operasi pasar melibatkan pihak swasta untuk komoditi diluar Bulog.
"Harapan kami dengan sinergisitas dari berbagai pihak kita tetap bisa melakukan intervensi terhadap harga beras ini minimal ketika momentum Ramadhan, walaupun dari pemerintah pusat ada penundaan untuk bantuan pangan dan SPHP," demikian Fuad.
[Redaktur: Patria Simorangkir]