Kalteng. WahanaNews.co - Calon Presiden Nomor Urut 2 Prabowo Subianto di hadapan relawan Erick Thohir alumni Amerika Serikat (ETAS) membagikan pelajaran yang dia petik selepas Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, yaitu kekerasan bukan jalan menuju kekuasaan.
Bagi Prabowo, yang kalah dua kali dalam Pilpres 2014 dan Pilpres 2019, kekerasan hanya akan memecah belah bangsa dan mengancam keutuhan NKRI.
Baca Juga:
Berdebat Soal Hak Angket Pemilu, Demokrat Siap Pasang Badan
“Waktu saya kalah (di Pilpres 2019), pengikut saya waktu itu sangat tegang. Banyak yang marah, ribuan sampai di Jalan Thamrin. Saya datang ke situ, banyak korban ketegangan. Ada anak muda, dia kena gas (air mata), dia lihat saya, teriak, Pak Prabowo kami siap mati untuk Bapak. Saya shock. Saya bilang berhenti. Saya tidak mau kau mati untuk saya,” kata Prabowo di hadapan relawan ETAS di Jakarta, Senin malam (22/1).
Prabowo melanjutkan saat itu ia memutuskan rekonsiliasi menjadi jalan terbaik selepas kalah di Pilpres 2019.
“Saya waktu itu benar-benar berpikir daripada saya jadi presiden melalui jalan kekerasan, lebih baik saya gak jadi presiden,” kata Prabowo, yang saat ini kembali maju di Pilpres 2024 bersama Gibran Rakabuming Raka.
Baca Juga:
Buntut Dugaan Penghinaan Capres 02, Benny Rhamdani Dilaporkan ke Polda Sulut
Prabowo, dalam pidato politiknya itu, menilai bangsa yang terpecah belah masih menjadi ancaman. Namun, ancaman itu dapat dijawab oleh para pemimpin bangsa, karena sering kali perang saudara dan konflik muncul akibat ego para pemimpinnya.
“Rakyat kita itu sangat terpengaruh oleh pemimpin-pemimpinnya,” ujar Prabowo.
Oleh karena itu, Prabowo bertekad menjaga kerukunan dan keutuhan bangsa di Pilpres 2024. Dia meyakini politik untuk tujuan menang atau kalah (zero sum game) bukan jalan terbaik untuk Indonesia. Bagi Prabowo, politik yang santun tanpa memunculkan musuh harus menjadi jalan yang ditempuh para pemimpin di Tanah Air.