KALTENG.WAHANANEWS.CO, Palangka Raya - Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Tengah, Siti Nafsiah, menyatakan pihaknya akan berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral Bukan Logam, Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu, dan Batuan.
"Langkah ini kami lakukan sebagai upaya DPRD Kalimantan Tengah mempercepat pembahasan agar raperda itu bisa secepatnya disahkan," katanya di Palangka Raya, Selasa (9/9/2025).
Baca Juga:
Bupati Pati Sudewo Tegaskan Tak Mundur Meski Didesak Pengunjuk Rasa karena Dipilih Rakyat
Siti yang juga merupakan Ketua Panitia Khusus (Pansus) raperda tambang ini mengungkapkan, pembahasan pasal demi pasal sudah dirampungkan pihaknya bersama tim raperda dari tim pemerintah provinsi.
Tahapan selanjutnya, kata dia, pihaknya menunggu penjadwalan bersama tim pemerintah provinsi untuk melakukan konsultasi, baik ke kementerian teknis maupun ke daerah lain yang telah memiliki perda yang mengatur tentang pertambangan daerah.
“Ini kita lakukan sebagai upaya memperkaya substansi pengaturan dan memastikan sinkronisasi dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kalau kita dari DPRD mengharapkan agar raperda ini bisa cepat disahkan dan ditetapkan menjadi peraturan daerah (perda),” ucapnya.
Baca Juga:
DPR Siapkan Langkah Tindak Lanjut Usai Haji, Termasuk Pansus Jika Diperlukan
Siti juga menjelaskan, raperda tersebut merupakan turunan dari berbagai regulasi pusat, seperti UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, PP Nomor 96 Tahun 2021 jo PP Nomor 25 Tahun 2024 serta Perpres Nomor 55 Tahun 2022.
Salah satu poin pembahasan yang dianggap krusial adalah terkait Izin Pertambangan Rakyat (IPR), sebab dalam UU Nomor 3 Tahun 2020, kegiatan pertambangan rakyat mencakup mineral logam, non-logam hingga batuan.
"Konsultasi ke Kemendagri penting untuk memastikan agar judul dan materi muatan raperda tidak dianggap melampaui kewenangan daerah dan tetap sejalan dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan," ujarnya.
Untuk itu, Siti menekankan, Pansus juga akan melakukan studi banding ke daerah yang telah memiliki perda serupa, seperti Jawa Tengah.
Hal ini penting untuk menggali pengalaman praktis, khususnya dalam mengatur IPR logam, apakah dimasukkan secara eksplisit dalam batang tubuh, atau cukup dirujuk normatif pada aturan pusat di bagian penutup atau penjelasan.
"Hal ini menjadi penting agar raperda Kalteng tidak hanya sah secara formil, tetapi juga aplikatif dalam pelaksanaan di lapangan,” tuturnya.
Siti menekankan, DPRD Kalimantan Tengah berkomitmen mempercepat proses pembahasan agar raperda ini bisa disahkan pada tahun berjalan, sesuai jadwal Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda).
Meski demikian, percepatan penyelesaian raperda juga masih bergantung pada proses fasilitasi dan klarifikasi materi raperda di Kemendagri.
“Kami meyakini kehadiran perda ini akan memperkuat tata kelola pertambangan daerah, meningkatkan kepastian hukum, menekan praktik tambang ilegal, serta memastikan pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kelestarian lingkungan serta kesejahteraan masyarakat Kalteng,” demikian Siti.
[Redaktur: Patria Simorangkir]