WahanaNews-Kalteng | Sejumlah warga Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah diedukasi tentang cara pengaduan konflik perkebunan sesuai regulasi dengan harapan bisa memperjuangkan hak-haknya sesuai aturan.
"Pemerintah Kabupaten Seruyan sudah membuat regulasi tentang cara pengaduan konflik perkebunan tapi masyarakat belum mengetahuinya. Makanya kami mencoba mendorong ini agar bisa diketahui masyarakat sehingga aturan tersebut bisa dijalankan dengan baik," kata Ketua Progress Kalteng, Kartika Sari di Sampit, Selasa,(24/5/2022).
Baca Juga:
Resmikan Rehabilitasi Infrastruktur Pendidikan di Kalteng, Jokowi: Kita Harap Manfaat Hasilkan SDM Unggul
Pemerintah Kabupaten Seruyan mempunyai Peraturan Bupati Seruyan Nomor 11 tahun 2021 tentang Tata Cara Pengaduan dan Pengelolaan Data Konflik Usaha Perkebunan. Aturan ini dinilai bagus sebagai upaya pemerintah daerah memfasilitasi warganya untuk memperjuangkan hak-haknya.
Untuk membantu itu, Palangkaraya Ecological and Human Rights Studies (Progress) bersama Yayasan Masyarakat Kehutanan Lestari, menyelenggarakan diskusi selama dua hari. Kegiatan yang dilaksanakan di salah satu hotel di Sampit ini dihadiri sejumlah perwakilan satuan organisasi perangkat daerah (SKPD) Seruyan serta tokoh pemuda perwakilan dari sejumlah desa di Seruyan.
Kartika mengatakan, kehadiran peraturan bupati tersebut dinilai bagus. Untuk itulah pelaksanaannya perlu dikawal agar bisa menyalurkan aspirasi dan perjuangan masyarakat dengan baik dalam hal konflik di bidang perkebunan.
Baca Juga:
Mentan Ajak Petani Kalteng Percepat Optimasi dan Pompanisasi
Menurutnya, konflik perkebunan kelapa sawit di Kalteng cukup tajam, terutama di Seruyan dan Kotawaringin Timur. Sebagai daerah yang mendeklarasikan pembangunan berkelanjutan, Seruyan harus menyikapi masalah ini secara serius agar konflik perkebunan bisa diselesaikan.
Pembangunan berkelanjutan harus menghindari kerusakan lingkungan dan konflik antara masyarakat, perusahaan maupun pekerjanya. Kehadiran investasi seharusnya juga berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Untuk itulah hadirnya peraturan bupati diharapkan menjadi solusi bagi masyarakat dalam memperjuangkan hak mereka terkait konflik usaha perkebunan. Peraturan bupati tersebut harus disosialisasikan agar diketahui dan dipahami masyarakat.
Kartika mengatakan, dari tujuh desa yang mereka dampingi, umumnya warga belum mengetahui tentang peraturan bupati terkait pengaduan dan pengelolaan data konflik usaha perkebunan tersebut.
"Makanya workshop ini kita harapkan bisa memberikan pengetahuan kepada masyarakat. Harapannya juga ada komitmen dari dinas terkait sehingga tidak hanya menerbitkan, tapi juga kemudian bagaimana mereka betul-betul bisa memastikan itu bisa digunakan oleh masyarakat," jelas Kartika Sari.
Sarifudin, salah seorang warga menyampaikan terima kasihnya karena bisa mengikuti acara tersebut. Banyak pengetahuan yang didapatnya terkait cara pengaduan konflik usaha perkebunan.
"Melalui acara ini kami bisa tahu bagaimana cara mengadukan masalah sesuai aturan. Ini sangat membantu kami dalam menyikapi masalah yang muncul. Kami juga meminta komitmen pemerintah daerah dalam menegakkan aturan untuk melindungi hak masyarakat," demikian Sarifudin. [ss]