WahanaNews-Kalteng | Jika ditilik dari sudut pandang perekonomian, Indonesia dan China mempunyai banyak kesamaan.
China punya SDM banyak, Indonesia juga. China punya SDA beragam, Indonesia apalagi lebih beraneka ragam
Baca Juga:
Pemerintah China Bongkar Identitas Warganya yang Jadi Mata-Mata CIA
Tapi yang membedakan hanya program pemerintah kedua negara termasuk penanganan perkara korupsi.
China sejak tahun 1970 mencanangkan program yang berjuluk Shenzhen Express.
Shenzhen Express ini ialah program untuk mengubah pola pikir masyarakat China menjadi lebih liberalis namun tak menghilangkan dasar negaranya yaitu Komunis.
Baca Juga:
Ini 4 Alasan AS Ketar-ketir Hadapi Kekuatan Militer China
PM Deng Xiaoping lah yang mencanangkan program tersebut dimana ia menggusur pemikiran kuno Mao Zedong yang tak akan pernah membuat China maju.
Deng Xiaoping kala itu mengundang sebanyak-banyaknya investor ke China untuk berinvestasi kesana.
Hasilnya luar biasa, perekonomian China naik terlalu pesat yang tadinya negara terbelakang hanya dalam tempo 20 tahun sudah bisa dibilang maju.
Kemudian langkah berikutnya ialah mendorong pengusaha China agar mengambil alih pasar bisnis yang sebelumnya dikuasai investor asing.
Langkah yang tepat dimana saat ini tak ada investor asing di China, jika ada jumlahnya sedikit.
Semua produk bernilai jual tinggi saat ini China bisa buat dari alutsista, teknologi hingga mobil.
Langkah Shenzhen Express ini sebetulnya bisa ditiru Indonesia asal koruptor dihukum mati layaknya di China.
Kekuatan ekonomi besar berdampak pula pada pertumbuhan militer China.
China memang sejak 1980 an sudah mengklaim Nine Dash Line di perairan Asia Tenggara.
Waktu itu gaung Nine Dash Line dianggap enteng saja lantaran kekuatan militer China masih cupu.
Namun menginjak 2014 ke atas, barulah negara-negara di Asia keteteran apalagi ASEAN.
ASEAN tak menyangka bila kekuatan militer China benar-benar mendatangi mereka.
China memang gila, bayangkan saja mereka bisa membuat 14 unit kapal perang jenis fregat hanya dalam tempo satu tahun.
Berarti rata-rata dalam satu bulan ada 1-2 kapal perang baru diluncurkan oleh China.
Amerika Serikat (AS) saja tak mampu melakukan hal demikian.
Rusia yang juga punya kapasitas galangan kapal perang cukup banyak sekarang kalah melawan China.
Dari segi teknologi militer, Rusia sudah tertinggal dari China.
Meski demikian peneliti dan ekonom Lowy Institute Australia Alyssa Leng mengatakan sebesar apapun kekuatan militer dan ekonomi China tak akan mampu menggusur AS.
"China tidak akan pernah menjadi dominan seperti Amerika Serikat dulu, tetapi kami benar-benar siap untuk semacam abad bi-polar di Indo-Pasifik ... lebih bergantung pada keinginan Amerika Serikat dan China," katanya dikutip dari abc.net.au, 20 Desember 2021 lalu.
Karena Alyssa masih ragu apakah perekonomian China terus meroket ke depannya ataukah tidak.
"Ini akan terus tumbuh secara ekonomi, tetapi pertanyaannya adalah, pada kecepatan apa pertumbuhan (ekonomi) itu akan berlanjut?" katanya.
Tapi ia mengingatkan bahwa China masih merupakan ancaman utama ASEAN bagi dari ekonomi maupun militer.
Bahkan 10 negara ASEAN bila digabung masih belum menyamai kekuatan China termasuk Indonesia didalamnya.
"Namun demikian, pengeluaran militer China sekarang 50 persen lebih besar dari India, Jepang, Taiwan, dan 10 anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) digabungkan,
China pada dasarnya tetap jauh di depan semua orang di kawasan ini dalam hal kekuatan secara keseluruhan," ujar Leng.
Harapan bagi Indonesia dan ASEAN untuk melawan China tentu dengan adanya armada NATO di Asia Pasifik. [As]