WahanaNews-Kalteng | PT Pupuk Indonesia (Persero) mengungkapkan, harga pupuk di seluruh dunia memang sedang melonjak tinggi.
Hingga saat ini, harganya sudah naik hingga dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.
Baca Juga:
Mendagri Apresiasi Perjuangan Mentan Amran Tambah Alokasi Pupuk
"Harga urea dunia di akhir tahun bahkan mencapai hampir Rp 15 juta per ton," ungkap SVP Komunikasi Korporat Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana, kepada wartawan, Sabtu (5/2/2022).
Wijaya berujar, faktor utama melonjaknya harga pupuk dunia saat ini lantaran adanya krisis energi di Eropa.
Kondisi itu mengakibatkan harga gas kian tinggi, sehingga biaya produksi pupuk pun ikut meningkat.
Baca Juga:
Masuk Daftar 500 Perusahaan Terbaik, Pupuk Indonesia Berjaya di Kancah ASEAN
Tak hanya itu, faktor lain yang menyebabkan harga pupuk meroket adalah adanya larangan ekspor fosfat oleh China dan juga krisis shipping yang membuat biaya pengiriman menjadi sangat mahal.
Untuk menanggulangi kondisi tersebut, Pupuk Indonesia disebut Wijaya sebenarnya sudah memberlakukan harga pupuk non-subsidi untuk konsumen retail (petani) di bawah harga pasar.
Upaya ini dilakukan untuk meringankan beban para petani.
"Kami berusaha memenuhi kebutuhan pupuk non subsidi ini agar tidak memberatkan petani, salah satunya lewat Program Makmur, yaitu ekosistem pertanian yang dapat meningkatkan produksi dan pendapatan petani, sehingga mampu membeli pupuk non-subsidi," jelas Wijaya.
Berdasarkan catatan Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI), Pupuk Indonesia Group memiliki 20% pangsa pasar domestik untuk produk pupuk non-subsidi.
Adapun, pelanggan utama perusahaan berasal dari sektor korporasi perkebunan, industri, dan juga pasar ritel (petani).
Wijaya menyebut, realisasi produksi Pupuk Indonesia pada tahun 2021 lalu adalah sekitar 12,3 juta ton.
Di mana, sekitar 75% sampai dengan 80% produksi pupuk pada tahun lalu, disalurkan untuk memenuhi kebutuhan produk pupuk subsidi di dalam negeri.
"Sesuai penugasan dari pemerintah, Pupuk Indonesia menyiapkan 9,1 juta ton pupuk subsidi untuk kebutuhan dalam negeri. Berarti sekitar 75%-80% produksi pupuk diutamakan untuk memenuhi kebutuhan subsidi," tuturnya.
Dengan demikian, penjualan ke sektor non-subsidi dan ekspor akan menyesuaikan dengan kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu. [Ss]