Walaupun, pada OMC kali ini diutamakan untuk wilayah Kabupaten Katingan, Kapuas dan Seruyan yang pada 2023 lalu menjadi wilayah paling banyak karhutla, namun diharapkan OMC juga berdampak pada wilayah Kotim yang memiliki kawasan rawa yang cukup luas.
Dengan perpaduan antara semua pemangku kepentingan, baik pemerintah pusat, provinsi hingga kabupaten diharapkan bisa menekan terjadinya karhutla di Kalteng, khususnya Kotim.
Baca Juga:
KPU Kalteng Tetapkan 22 TPS Khusus untuk Pilkada Serentak 2024
“Jika daerah rawa sudah mulai basah pasti akan sulit terbakar. Untuk wilayah yang menjadi target operasi tentunya teman-teman di BRGM dan BMKG punya perhitungan tersendiri, baik itu pertumbuhan awan hujan dan arah angin, yang jelas kami berharap dengan ini bisa membantu mencegah terjadinya karhutla,” tuturnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala BMKG Kotim Stasiun Meteorologi Haji Asan Sampit Mulyono Leo Nardo menyampaikan OMC di wilayah Kalteng memang sudah dimulai sejak 6 Juli lalu, poskonya dipusatkan di Kota Palangka Raya.
Kendati demikian, hasilnya belum terlihat atau dengan kata lain hujan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir adalah hujan alami.
Baca Juga:
Dampak Peningkatan Status Jalan di Kotawaringin Timur Terhadap Program Inpres Jalan Daerah Kotim
“Untuk hasil OMC masih belum, karena beberapa hari terakhir peta potensi kemudahan terjadinya kebakaran masih menunjukkan warna biru (aman). Ketika peta itu menunjukkan warna merah (sangat mudah terbakar), maka pada hari itu akan dilakukan OMC,” terangnya.
Ia menambahkan, angin sangat berpengaruh pada OMC, karena semakin kencang angin maka lapisan atas bisa memudarkan penutupan awan.
Maka dari itu, OMC tahun ini dilakukan ketika peta potensi kemudahan terjadinya kebakaran menunjukkan warna merah. Kondisi suhu juga menjadi salah satu parameter, jika dalam beberapa hari tidak ada hujan maka OMC bisa dilaksanakan.