Menurutnya, masalah ini tergantung keseriusan pemerintah daerah karena Kotawaringin Timur sudah memiliki Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan peraturan daerah sebagai payung hukumnya.
"Ini harus segera disikapi dan memang untuk membangun pabrik perlu waktu yang lama namun karena pemkab sudah memiliki BUMD bisa saja BUMD yang mengelolanya atau kerja sama dengan pihak ketiga," demikian Juliansyah.
Baca Juga:
Harga CPO Naik Signifikan, Dorong Pertumbuhan Ekspor Indonesia
Sementara itu, Selasa (17/5) lalu petani kelapa sawit yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mendatangi DPRD setempat menyampaikan keluhan terkait anjloknya harga kelapa sawit.
"Penutupan keran ekspor hasil kelapa sawit juga berdampak terhadap kami para petani. Hasil penjualan jauh menurun," kata Ketua Apkasindo Kotawaringin Timur, Syamsir.
Menurutnya, kebijakan larangan ekpor itu berdampak besar terhadap petani. Bahkan Syamsir menyebut terjadi penurunan penghasilan petani sekitar 70 persen.
Baca Juga:
Kejagung Geledah Kantor KLHK Terkait Dugaan Korupsi Kelapa Sawit Senilai Ratusan Miliar
Harga kelapa sawit di tingkat petani yang dulunya sempat di atas Rp3.000/kg, saat ini anjlok menjadi di kisaran Rp1.500 hingga Rp1.800/kg.
"Saat ini petani sedang menangis akibat harga jual sawit yang tidak seperti sebelumnya. Kami berharap DPRD menyampaikan aspirasi ini kepada pemerintah agar ada solusi," harap Syamsir. [ss]