Kalteng.WahanaNews.co, Pulang Pisau - Kepala Badan Pendapatan Daerah (BPD) Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Zulkadri, mengatakan bahwa salah satu target pendapatan yang diberlakukan tahun ini dan mulai disosialisasikan adalah pajak air tanah. Hal ini dilakukan setelah regulasi yang menjadi dasar hukum tertuang dalam peraturan daerah (Perda) yang mengacu pada peraturan di atasnya.
“Obyek pajak air tanah ini mulai diberlakukan tahun ini dengan target sebesar Rp7 miliar dan saat ini masih tahap kita sosialisasikan kepada masyarakat khususnya para pelaku usaha,” kata Zulkadri di Pulang Pisau, Selasa (4/5/2024).
Baca Juga:
Banggar DPRD Gunung Mas Beri Catatan dan Rekomendasi untuk Anggaran Tahun 2025
Dikatakan Zulkadri, diberlakukannya pajak air tanah ini karena di kabupaten setempat memiliki potensi untuk digali menjadi salah satu sumber pendapatan.
Menjadi salah satu objek pajak baru, tentunya banyak masyarakat yang belum mengetahui siapa saja yang menjadi wajib pajak air tanah. Ia mengungkapkan bahwa masyarakat yang menjadi wajib pajak air tanah tersebut adalah masyarakat atau para pelaku usaha yang menggunakan air tanah untuk keperluan komersil atau diperjualbelikan.
"Kalau mengusahakan air tanah atau sumur bor untuk keperluan komersil maka menjadi wajib pajak kecuali menggunakan air permukaan,” papar Zulkadri.
Baca Juga:
KPU Barito Selatan Musnahkan Surat Suara Rusak dan Lebih untuk Pilkada 2024
Terkait dengan para pelaku usaha yang bergerak dalam jasa pencucian mobil dan motor, Zulkadri mengungkapkan termasuk menjadi wajib pajak air tanah apabila dalam operasionalnya menggunakan air sumur bor yang diambil dari dalam tanah.
Potensi wajib pajak untuk air tanah ini salah satunya juga dikenakan kepada salah satu perusahaan air mineral yang memiliki wilayah operasional di Kecamatan Kahayan Tengah.
Selain pajak air tanah, terang Zulkadri, objek pajak yang mulai diberlakukan adalah pajak bagi perusahaan-perusahaan yang memproduksi listrik sendiri dengan menggunakan mesin pembangkit atau genset.
Perusahaan-perusahaan biasanya menggunakan mesin pembangkit dengan kapasitas besar memproduksi listrik untuk disalurkan untuk fasilitas rumah karyawan.
“Perhitungan pajak yang dikenakan berdasarkan berapa besar listrik yang diproduksi. Berbeda dengan penggunaan genset di rumah untuk keperluan pribadi bukan menjadi wajib pajak,” ucapnya.
Zulkadri mengakui dengan diberlakukannya objek pajak ini menimbulkan pro dan kontra. Bagaimanapun, pemungutan terhadap kedua obyek pajak daerah tersebut telah menjadi perintah Undang-Undang yang diturunkan melalui Perda hingga Perbup.
Menurutnya, Badan Pendapatan Daerah setempat terus berusaha melakukan pendekatan-pendekatan kepada wajib pajak serta memberikan kemudahan dan meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak dalam pembayaran semua jenis pajak dengan memanfaatkan perkembangan teknologi melalui aplikasi serta kerjasama dengan pihak perbankan dan market place.
[Redaktur: Patria Simorangkir]