Sehingga, hakim menyatakan pemutusan akses internet tidaklah bertentangan dengan prinsip negara hukum sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat 3 UU 1945.
Karena, melihat internet sangat cepat dan tidak mengenal ruang dan waktu hanya bisa diputus untuk menghindari dampak yang lebih buruk.
Baca Juga:
Menginspirasi Generasi Z: Zizie, Mahasiswa dengan Semangat Berwirausaha
"Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, dengan alasan untuk membangun dan menjaga etika dalam penyelenggaraan pemerintahan, mewajibkan check and balance demi kepastian," katanya.
Namun demikian, dalam putusan kali ini dari sembilan hakim terdapat dua hakim Mahkamah Konstitusi yang menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion), mereka adalah Saldi Isra dan Suhartoyo.
AJI gugat UU ITE ke MK
Baca Juga:
Pesan Natal KWI dan PGI: “Marilah Sekarang Kita Pergi ke Betlehem” (Luk 2:15)
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengajukan permohonan pengujian uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektonik dan mengusulkan agar pemutusan akses internet dilakukan berdasarkan putusan pengadilan.
Dikutip dari Antara, dalam sidang pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (12/10/2021), yang disiarkan secara daring, AJI yang mengajukan permohonan itu bersama Pimpinan Redaksi Suara Papua, Arnoldus Belau, mempersoalkan Pasal 40 ayat (2b).
Pasal 40 ayat (2b) UU ITE berbunyi, "Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada penyelenggara sistem elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar hukum".