Sayangnya, mekanisme penyelesaian sengketa yang saat ini diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen) tampaknya belum dapat memberikan perlindungan konsumen yang optimal di era digital. Sebab, UU tersebut belum mengakomodasi ketentuan yang secara khusus menangani sengketa transaksi elektronik.
Baca Juga:
Kemendag Sempurnakan Aturan Standardisasi untuk Lindungi Konsumen dan Dongkrak Daya Saing Produk Nasional
Tantangan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Konsumen Saat Ini
Ketika suatu transaksi bermasalah, pilihan penanganan pertama oleh konsumen adalah mengajukan pengaduan melalui mekanisme penanganan pengaduan internal pelaku usaha yang bersangkutan.
Jika opsi ini gagal, UU Perlindungan Konsumen menawarkan dua mekanisme; mekanisme litigasi melalui pengadilan dan mekanisme penyelesaian sengketa alternatif melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Baca Juga:
Rugi Triliunan Rupiah, IAW: Kuota Konsumen yang Hangus Jadi ‘Sampah Digital Termahal’
Mekanisme litigasi konvensional mungkin bukan yang paling cocok untuk menyelesaikan sengketa konsumen e-commerce.
Hal ini terutama karena klaim gugatan sengketa yang pada umumnya berjumlah kecil.
Meskipun jumlah klaim yang disengketakan tidak banyak, proses litigasi biasanya membutuhkan biaya tambahan.