Mekanisme ini lebih efisien karena para konsumen dapat menunjuk satu pihak untuk mewakili mereka di pengadilan. Hal ini dapat mengurangi formalitas dan biaya penunjukan perwakilan.
Selain itu, tindakan kolektif konsumen seperti ini juga dapat memperkuat posisi konsumen terhadap pelaku usaha.
Baca Juga:
Kemendag Sempurnakan Aturan Standardisasi untuk Lindungi Konsumen dan Dongkrak Daya Saing Produk Nasional
Namun, dalam menjalankan mekanisme class action, konsumen harus memastikan bahwa perwakilan yang ditunjuk benar-benar mengalami kerugian secara langsung dari pelaku usaha yang sama dalam sengketa yang diajukan, serta memiliki kepentingan yang sama dengan konsumen.
Hal ini dibuktikan dengan dokumen transaksi, misalnya perjanjian atau bukti transaksi.
Konsumen mungkin saja tidak menyadari persyaratan ini, sehingga akhirnya mereka melakukan kesalahan ketika menunjuk pengacara atau lembaga untuk mewakili mereka.
Baca Juga:
Rugi Triliunan Rupiah, IAW: Kuota Konsumen yang Hangus Jadi ‘Sampah Digital Termahal’
Mekanisme penyelesaian sengketa konsumen kedua yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen adalah penyelesaian sengketa alternatif melalui konsiliasi, mediasi atau arbitrase oleh BPSK, sesuai kesepakatan para pihak yang bersengketa.
Sebagaimana halnya dengan litigasi, mekanisme non-litigasi ini juga dapat menimbulkan beberapa persoalan.
Sebagai permulaan, konsumen dan pelaku usaha biasanya sulit menyepakati penyelesaian sengketa melalui BPSK.