Ia juga menyampaikan sekilas kronologi kasus tipikor kali ini, bermula pada 2017 R yang masih menjabat sebagai Kades Bamadu menetapkan APBDes tahun anggaran 2017 sebesar Rp1.380.119.755.
Anggaran itu bersumber dari Dana Desa (DD) Rp792.320.000, Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak Rp15.393.000, DBH Retribusi Kabupaten Rp5.108.000, Alokasi Dana Desa (ADD) Rp559.796.000 dan Silpa atau Pendapatan lain-lain Rp7.502.755.
Baca Juga:
Bupati Kotawaringin Timur Resmikan Pabrik Pakan Ikan Bantu Pembudidaya Atasi Kendala Harga
Kemudian, pada 2018 R menetapkan APBDes tahun anggaran 2018 sebesar Rp1.479.487.000, yang Bersumber dari DD Rp834.545.000, DBH Pajak Rp19.643.000, DBH Retribusi kabupaten Rp5.428.000, ADD Rp619.871.000.
Akan tetapi, dalam perjalanannya ada beberapa item kegiatan yang sudah dianggarkan dalam APBDes 2017 dan 2018 yang tidak dilaksanakan, sedangkan anggaran untuk kegiatan tersebut sudah diambil atau dicairkan dari rekening Kas Desa dan dipergunakan oleh R.
“Berdasarkan kegiatan yang tidak dilaksanakan itu, estimasi kerugian negara yang disebabkan oleh R mencapai Rp387.886.972. Estimasi ini sudah kami koordinasikan dengan Inspektorat Kotim yang melakukan investigasi dan perkiraan kerugian negara,” ujarnya.
Baca Juga:
Bawaslu Kotim Tak Temukan Indikasi Pelanggaran yang Mengarah ke PSU Pilkada 2024
Dalam kasus ini sejumlah tindakan kepolisian telak dilakukan, meliputi melakukan pemeriksaan terhadap 20 saksi, melakukan penyitaan terhadap sejumlah dokumen sebagai barang bukti, ekspos atau gelar perkara.
Selanjutnya, melakukan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka sejak 2024 Oktober 2024 hingga saat ini, menetapkan tersangka, melakukan koordinasi dan ekspose dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejari Kotim dan laporan ke pimpinan.
“Dalam perkara ini kami telah melakukan proses penyidikan dan untuk jumlah tersangka saat ini satu orang, karena yang bersangkutan selain pengelola dana tersebut juga merupakan penanggung jawab,” lanjutnya.